hobi


Tekad untuk menggunakan pot tanah liat ternyata bukan tanpa hambatan. Pot  jenis ini lebih sulit dicari. Kebanyakan penjual pot di kawasan penjual tanaman hanya menyediakan yang terbuat dari plastik.

Kalaupun ada, pot tanah liat yang disediakan umumnya untuk tanaman anggrek. Pot ini tidak hanya berlubang di bagian dasarnya, tetapi juga ada lubang-lubang di bagian sisinya.

Sementara ini saya beli pot yang banyak lubangnya. Kini saya lagi cari pot tanah liat biasa yang dulu banyak tersedia.

Hobi menanam masih menyisakan rasa yang mengganjal. Pasalnya saya masih menggunakan pot plastik, walaupun memang pot-pot yang saya gunakan itu sisa-sisa dari yang lama. Kini setelah menyadari plastik yang tidak mudah terurai di alam, yang akan menjandi sampah “abadi”, terpikir untuk menggunakan pot tanah. Tentunya pot tanah ini akan lebih mudah terurai nantinya bila dibuang sebagai sampah daripada plastik.

Selain itu, yang sekarang masih kepikiran juga adalah penggunaan pakis sebagai bagian dari media tanam. Konon, dengan maraknya bisnis tanaman saat ini, banyak orang  mencari tanaman pakis ke hutan-hutan. Ini berarti juga merusak lingkungan.  Untungnya ada pelaku-pelaku bisnis tanaman yang mulai sadar dan katanya ada media alternatif pengganti pakis. Tapi sampai saat ini saya belum menemukan.

Sebenarnya ada alternatif pakis yang sangat ramah lingkungan, yaitu sekam. Tapi saya pengalaman menggunakan sekam dan tidak ingin menggunakan lagi. Pasalnya ketika sekam itu membusuk memunculkan mikroorganisme, semaca ulat-ulat kecil. Selain itu ada sekam yang tumbuh atau bertunas dan itu nggak satu dua tapi lumayan.

Ada yang menggunakan sekam yang sudah dibakar, kelihatannya lebih bagus. Tapi sekam bakar tentu tidak ramah lingkungan, lha ketika sekam dibakar kan melepaskan gas karbondioksida ke udara…..

Sampai kini masih berharap media alternatif tadi. Sementara ini saya akan menghabiskan pakis yang saya beli sebelumnya, maklum sebelumnya nggak ngeh kalau penggunaan pakis itu berarti ikut berkontribusi pada perusakan hutan.

Biasanya saya cuek saja melihat biji-biji berwarna merah berjatuhan di bawah ketiga pohon palm di depan rumah. Padahal sudah sejak lama ketiga pohon yang tingginya sudah melebihi kabel telepon itu menebarkan biji-biji ke tanah.

Beberapa hari lalu saya membuang sampah ke tempatnya dan melewati pohon-pohon itu. Tanpa sengaja melihat biji yang bertunas. Dan ternyata ada dua biji lagi yang sudah menyembulkan daun di dekat ditemukannya tunas tadi. Total ada tiga biji yang bertunas, dua di antaranya malahan sudah setinggi 15 cm, sedang yang satunya baru setinggi 4 cm dan daunnya masih kuncup belum membuka.

Bentuk tunas itu cukup bagus, mirip tunas kelapa lambang pramuka. Bedanya, kalau tunas palm ini hanya sebesar ujung ibu jari. Melihat tunas itu terdorong hati saya untuk memindahkan dan menanamnya. Ternyata akarnya sudah lumayan jauh ke dalam, harus digali dulu agar tunas itu dapat diangkat. Ketiga tunas itu akhirnya saya pindahkan ke pot.

Malam harinya saya terpikir untuk mengumpulkan biji-biji yang masih bertebaran di bawah pohon itu dan menyemainya. Keesokan harinya saya berniat mengumpulkan biji-biji itu. Tapi ternyata di sisi lain yang belum terlihat sebelumnya ada lumayan banyak yang sudah bertunas. Hitung punya hitung ada 10 tunas.

Kesepuluh tunas akhirnya saya tanam di pot kecil. Jumlah pot bekas yang berhasil saya kumpulkan dari belakang rumah pas ada sepuluh juga. Menariknya lagi, sisa tanah kompos yang saya beli beberapa minggu sebelumnya juga pas memenuhi kesepuluh pot itu.

Apakah kebetulan-kebetulan itu pertanda baik? Semoga saja demikian. Ketika saya berniat untuk memindahkan tunas-tunas itu ke dalam pot dalam hati berharap setidaknya tunas-tunas ini kelak akan bermanfaat, setidaknya saya sudah ikutan untuk menanam pohon dalam rangka menyelamatkan bumi. Tapi ya tidak seidealis itu juga, terbesit juga dalam hati, siapa tahu kelak laku dijual! Ha ha.

(Cara ini diambil dari Kebonkembang)

Sediakan pula media tanam berupa campuran sekam (2), sekam bakar (1), akar pakis (1), pupuk kandang (1), dan tanah merah (1).

Media tanam philodendron harus porus namun sedikit padat. Makanya ada tanah merah, ungkap Ade, pemain tanaman hias di Sawangan, Depok.
Menurut pria bernama lengkap Hadi Sumarna ini, tanah merah berfungsi sebagai tempat mencengkram akar.

Bila media tanam telah tersedia, olesi pisau atau cutter dengan alkohol.Lalu pilih bagian batang philodendron. Usahakan akar yang terpotong hanya sedikit, ungkap Ade dari Dusun Kunjani Nurseri. Kemudian olesi bagian batang atas yang terpotong dengan fungisida. Langkah ini untuk menghindari tumbuhnya jamur dari bekas potongan. Lalu tanam batang atas yang telah diolesi fungisida itu dalam media tanam. Kemudian letakkan di bawah naungan dengan daya tangkal sinar matahari sekitar 60-65%.

Sementara itu, jangan acuhkan bagian bawah batang yang tersisa. Olesi juga bagian batang yang terpotong itu dengan fungisida. Bila semuanya lancar, dalam 2 minggu bakal keluar helaian daun haru. Nah, kini Anda telah memiliki 2 buah philodendron.

2. STEK BONGGOL

Siapkan philo yang sudah dewasa. Artinya, bagian bonggol bawahnya sudah panjang. Lalu potong di setiap mata tunas sepanjang 6-7 cm dan rendam dalam larutan fungisida selama 20 menit dan tiriskan. Setelah itu masing-masing potongan bonggol ditanam dalam pot kecil yang telah berisi media. Simpan di bawah naungan. Anda bisa langsung menyiramnya. Dalam beberapa minggu bakal keluar kuncup philodendron.

3. PEMISAHAN ANAKAN

Jika Anda beruntung, terkadang ada philodendron yang tumbuhnya berumpun. Anda bisa mcmisahkan anakannya. Caranya mudah kok! Pertama biarkan anakan itu tumbuh hingga daunnya berjumlah 5 helai. Ini artinya, anakan itu telah memiliki perakaran sendiri alias tak tergantung pasokan makanan dari si induk.
Potong bagian pangkal batangnya dengan menggunakan pisau atau cutter tajam. Usahakan akar-akar muda tak ikut lerpotong. Kemudian oleskan fungsida pada batang anak yang terluka karena potongan. Tanam di media yang tersedia. Simpan di bawah naungan.

Flona Edisi 47/III Januari 2007